December 8, 2024

Surat untuk Kyai M. Muchtar Mu’thi (Mursyid Thariqah Shiddiqiyyah)

August 22, 2024

Najmu Tsaqib

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Semoga kita semua dalam lindungan, ampunan dan bimbingan Allah SWT. Limpahan shalawat serta salam kita haturkan pada junjungan kita nabi Muhammad SAW, pribadi yang telah memberikan tauladan dan kita selalu berharap memperoleh syafaatnya kelak di akhirat. Aamiin. Besar harapan  Pak kyai M. Muchtar Mu’thi Mursyid Thariqah Shiddiqiyyah dalam keadaan bahagia, sehat dan tentram.

Surat ini sengaja kutulis karena mencintai, menghormati dan ingin mengingatkan. Bukan karena ada yang salah, tapi ada banyak hal yang sebaiknya penting untuk didengar, diingat dan dipertimbangkan. Ijinkan sebelumnya aku minta maaf kalau kalimat-kalimat dalam suratku ini terlalu lancang dan berlebihan.

Kutulis surat ini setelah gelisah melihat sikapmu yang akhir-akhir ini mudah untuk mengutuk dan menuduh orang lain berbuat fitnah, seolah kamu menuduh tanpa memikirkan apakah tuduhanmu itu bisa mencelakakan orang lain atau nanti bakal membuatmu menyesal di kemudian hari.

Di channel YouTube, kulihat ceramahmu yang indah dan tegas, kadang penuh dengan sindiran. Katamu “benar harus dikatakan sebagai benar, salah harus dikatakan sebagai salah, apapun resikonya.” Tapi kulihat dalam kenyataan, rasanya omonganmu itu tidak sama dengan sikapmu. Aku bingung mana yang harus aku patuhi, sikapmu apa omonganmu, atau tidak perlu kupatuhi dua-duanya?

Pada tahun 2017. Ingatkah kamu dengan dua kawan perempuanku yang pagi-pagi memberanikan diri melapor sebagai korban kekerasan seksual oleh anak kesayanganmu: M. Subchi Azal Tsani (MSAT)? Tampak waktu itu kamu kaget, matamu melotot, suaramu tinggi, hingga dua kawanku ketakutan dan tak bisa melupakan bagaimana suara dan matamu merespons.

Kamu bilang “ojo ngomong sopo-sopo, sing iso nyelesekno kasus iki mung aku.” Kemudian kamu menyuruh dua kawanku untuk menulis kronologi dengan sangat detail soal tindak kekerasan itu.  Saat kronologi sudah ditulis, justru tulisan itu diambil oleh MSAT kesayanganmu. Kemudian MSAT memotret surat itu dan menyebarkan kronologi tersebut, sambil berkata bahwa ia sedang difitnah dengan tuduhan melakukan tindak kekerasan seksual yang tujuannya untuk menghancurkan pesantren.

Pada waktu yang sama, dua kawanku yang melaporkan kepadamu langsung dituduh oleh jamaahmu sebagai perempuan penggoda yang tak cantik rupanya, sambil menimpali mustahil MSAT tertarik dengan perempuan seperti itu. Parahnya, kamu juga ikut-ikutan menuduh bahwa kedua kawanku akan menghancurkan pesantren, sehingga semakin menguatkan keyakinan jamaahmu untuk turut menuduh.

Kawanku berharap bahwa kamu bisa bersikap adil, tapi pada kenyataannya kamu memang tidak bisa bersikap adil. Kamu menutup rapat-rapat kasus kekerasan seksual itu tanpa memberi sanksi apapun kepada anak kesayanganmu.

Barangkali memang benar bahwa kamu tidak ingin pesantren yang kamu bangun puluhan tahun itu tercemar, tapi pilihanmu untuk menutupi dan justru memutarbalikan fakta adalah sebuah hal yang amat aniaya yang dilakukan oleh seorang mursyid thariqah sepertimu. Lebih dari itu, rasanya kamu memang sudah tidak punya rasa kemanusiaan, meskipun kamu keliling Indonesia memberikan ceramah soal kemanusiaan.

Setahun berlalu. Di setiap ceramahmu, kudengar kamu selalu mengulang-ulang menuduh korban sebagai anggota PKI, HTI, ISIS dan berbagai hal yang tak pernah mereka lakukan. Hal tersebut semakin meyakinkan bahwa kamu memang tidak bisa bersikap adil. Rasanya kamu tak bisa merasakan, bagaimana kawanku merasa lebih baik dibunuh daripada difitnah melulu.

Siapa saja yang berkawan dengan kawan-kawanku pun kamu musuhi dan perekonomiannya kamu recoki, supaya mereka beserta keluarganya sekarat tidak bisa makan. Tak hanya itu, ketika kerabat mereka terkena musibah seperti kecelakaan atau meninggal dunia, dengan lantangnya kamu menertawakan dan meneriakkan bersama jamaahmu bahwa mereka terkena adzab, karena kualat sudah berbuat fitnah, melawan ajaranmu dan sambil berbangga diri bahwa Allah telah mengabulkan doa burukmu. Rasanya memang benar, bahwa kamu senang jika orang lain celaka, terutama jika yang celaka adalah para korban kebejatan anakmu. Astaghfirullahalazim.

Melihat sikapmu yang seperti itu, membuat salah satu korban yang lain memilih tidak melaporkan kepadamu, karena tidak ada keadilan yang bisa diharapkan darimu, istri-istrimu maupun lembaga yang ada di pesantrenmu. Korban lebih memilih melaporkan kekerasan seksual yang terjadi kepada Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resort Jombang.

Dengan terbatas pengetahuan dan pengalaman, ia memberanikan diri melawan raksasa sendirian, tanpa disuruh apalagi didukung oleh istrimu yang sekarang kamu beri nama Jin Tomang, lembaga swadaya masyarakat dan berbagai ormas lain seperti yang kamu tuduhkan.

Aku tidak tahu kenapa kamu gampang menuduh tanpa bertabayun terlebih dahulu. Apa yang dilaporkan korban adalah murni niat baik dan bentuk cinta kasih supaya tidak ada lagi santri yang menjadi korban kekerasan seksual oleh anakmu, terlebih terjadi di lembaga pendidikan pesantren yang telah kamu dirikan itu. Semestinya kamu harus berterima kasih pada korban yang sudah memberi peringatan kepadamu, bukan malah memfitnah dan menuduh dengan berbagai hal yang tidak pernah mereka lakukan.

Setelah korban melaporkan kasusnya, justru kamu malah menyuruh anak buahmu untuk melakukan intimidasi, mendatangkan para ahli hukum untuk bisa membodohi keluarganya, memaksa korban untuk mencabut laporan, hingga memberikan iming-iming ganti rugi uang ratusan juta, rumah mewah dan lain sebagainya. Setelah laporan dicabut, justru kamu tidak memberikan harta sesuai perjanjian. Rasanya kamu memang tak beda dengan seorang penipu, hanya saja kamu menipu dengan membawa embel-embel ayat agama.

Ibarat pepatah: patah tumbuh hilang berganti. Setelah korban satu mencabut laporan karena ditekan anak buahmu, ada korban-korban yang lain yang melapor, kasusnya di proses oleh kepolisian, anakmu ditetapkan sebagai tersangka, para korban mendapatkan banyak solidaritas dan dukungan baik dari individu maupun lembaga, hingga anakmu sekarang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kepolisian Daerah Jawa Timur, karena selalu mangkir saat dapat surat panggilan.

Sebagai bapak, kamu berhasil menjadi support system yang baik bagi anakmu. Anakmu melakukan praperadilan dua kali berharap status tersangkanya dicabut, kamu pun mendukung dengan meminta bantuan jamaahmu berdoa agar Allah bisa membatalkan status tersangka dan DPO anakmu. Seolah kamu lupa bahwa Allah itu maha tahu tanpa diberi tahu olehmu, dan Allah itu maha benar akan menunjukkan jalan kebenarannya. Sementara kamu terus mengulang-ulang mengatakan bahwa kasus yang dilaporkan adalah kasus rekayasa.

Banyak media yang memberitakan dan kamu katakan “ngedabrus”, kemudian jamaahmu juga turut mengikuti mengucapkan kalimat “ngedabrus” di mana pun mereka berada. Jamaahmu tak ubahnya seperti semut yang berbaris tak tahu arah, benar atau salah jamaahmu sudah tidak bisa membedakan, segala yang kamu sampaikan diikuti.

Lebih parah lagi, kamu juga menyuruh jamaahmu untuk menghadang pihak kepolisian agar tidak menangkap paksa anakmu. Mereka seolah-olah berjuang di jalan Allah, dengan cara mengikuti seruanmu. Padahal, mereka sejatinya sedang tersesat. Mereka sedang membela anakmu yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap banyak santrimu.

Kulihat juga rumahmu sekarang dibangun pagar besi yang tinggi, dijaga rapat ribuan jamaah dari berbagai daerah. Tapi aku tahu serapat-rapatnya pagar besi itu dibuat, dijaga ribuan penjaga sekalipun, cepat atau lambat anak kesayanganmu pasti akan ditangkap dan diadili juga.

Jujur saja. Aku bersedih melihat sikapmu yang seperti itu, selama ini aku anggap kamu sebagai orang tua yang bijaksana karena banyak pengetahuan dan pengalaman, baik secara moral maupun spiritual. Puluhan tahun aku harus mendengar dan taat dengan pandanganmu sebagai mursyid thariqah, saat kamu kutip penggalan ayat dalam Al-quran aku tak mudah untuk bisa membantah.

Saat kamu menjelaskan soal hadist nabi, aku juga tak gampang untuk mendebat. Padahal, aku dan kamu tak ada bedanya, kita di sini sama-sama manusia ciptaan Allah, hanya saja kamu lebih dulu belajar itu saja dan beda selisih usia. Barangkali ilmumu juga tak jauh-jauh amat dengan ilmu yang aku ketahui. Tapi di atas sebuah organisasi yang kokoh, yang katanya beranggotakan 7 juta pasang mata dari berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara, di situ dapat dilihat, aku berada pada posisi yang bukan siapa-siapa.

Jika kamu duduk sebagai pimpinan Ormas agama ataupun mursyid thariqah, tentu aku tak bisa menyanggah. Tiap sanggahan, aku bukan hanya dianggap mempertanyakan apa yang kamu sampaikan, melainkan juga bisa dianggap menghina organisasi agama yang kamu pimpin. Sudah banyak contoh nasib mereka yang jadi korban karena perbedaan pandangan denganmu. Mulai dari pemukulan fisik hingga fatwa mati bisa kamu dialamatkan.

Akupun beberapa kali pernah mendapat fatwa mati darimu, tapi aku bersyukur aku masih bisa hidup dan masih bisa menuliskan surat ini. Aku sadar diri orang lebih percaya omonganmu daripada omonganku. Maka aku putuskan untuk duduk berdiam diri, menyabarkan diri dulu, menunggu waktu yang tepat untuk bisa mengirimkan surat dan menasehatimu.

Maka, pada bulan Rajab 1443 H ini bagiku adalah waktu yang tepat untuk memberi pandangan ganti. Barangkali saja pandangan ini bisa kamu jadikan sebagai alat untuk muhasabah di hari ulang tahun Shiddiqiyyah. Satu pandangan yang bermula dari kekecewaanku melihat sikapmu, gelojak jamaahmu dan bacaanku atas petuah nabi Muhammad, sosok yang kita idolakan bersama.

Aku berharap tulisan ini bisa kamu baca, atau setidaknya ada yang mau membacakan surat ini untukmu. Aku dengar untuk bisa mengirimkan surat untukmu itu tidak mudah, aku dengar ada yang mengirim surat, kemudian dikembalikan dengan pesan “surat ditolak kepala satpam pondok”.

Maka, surat ini sengaja kubuat terbuka, semoga saja bisa sampai kepadamu, kamu bisa baca saja atau kamu bantah surat ini tak mengapa, karena hidup berpayung demokrasi bisa membuat tiap orang punya pandangan yang berbeda-beda. Tapi jika bersangkutan dengan tauladan hidup, sepertinya kita tidak bisa bantah-bantahan.

Aku tahu, kamu dan aku sama-sama mengidolakan Nabi Muhammad. Sosok yang jujur dan mulia. Panutan kita semua. Dalam hadist nabi beliau bersabda “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzalimi dan tidak boleh juga membiarkannya terzalimi.” Harusnya kamu sudah tahu bahwa secara teologis, tindakan kekerasan seksual yang dilakukan anakmu itu melanggar visi Islam rahmatan lil alamin, misi akhlakul karimah, kaidah syari’ah yang menegaskan kemaslahatan umat, dan ajaran-ajaran mengenai kebaikan perilaku, kenyamanan hidup dan lain sebagainya.

Selain itu, Nabi juga pernah bersabda “Sudah cukup seseorang dianggap buruk ketika sudah melecehkan saudara muslimnya sendiri. Sesama muslim itu diharamkan mengganggu darahnya, hartanya, dan kehormatannya”.  Semestinya kamu sudah tahu juga bahwa kekerasan seksual adalah pelanggaran serius terhadap martabat dan kehormatan kemanusiaan sebagaimana ditegaskan dalam hadits tersebut.

Dalam Islam sendiri, tindakan-tindakan seksual hanya boleh dilakukan antara laki-laki dan perempuan dalam hubungan perkawinan yang sah, saling ridha, tidak dipaksa, tidak dalam manipulasi dan saling memberikan kenyamanan satu sama lain. Kekerasan seksual, tentu saja, bertentangan dengan prinsip-prinsip martabat kemanusiaan dan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yang sama-sama kita pegang teguh ini.

Aku tahu kamu cinta tanah air Indonesia banyak membangun monumen kebangsaan dan memperingati hari besar kebangsaan dengan seremonial yang mewah. Tak hanya itu, kamu juga gemar menyantuni fakir miskin dan anak yatim. Meskipun setelah itu kau ungkit-ungkit seberapa banyak yang sudah kau berikan di depan banyak orang. Kadang kamu juga membayar pekerjamu dengan upah murah, jauh di bawah upah minimum regional. Kadang juga kamu tak membayar kerja keras para pekerja, alih-alih dapat barokah darimu.

Makanya, aku kadang meragukan kemanusiaan di balik gembar gembor cinta tanah airmu. Tapi di luar semua itu, aku ingin mengingatkanmu kembali:

Jika memang kamu sungguh cinta tanah air, sebagai warga negara yang baik dan pimpinan thariqat yang punya jutaan jamaah. Harusnya kamu ingat pesan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad Saw meminta kita semua untuk menolong orang yang zalim, seperti pelaku kekerasan seksual, dengan cara menahannya agar tidak menjadi pelaku berulang kali dan insyaf atas perbuatannya, dan menolong orang yang dizalimi, seperti korban kekerasan seksual, dengan cara melindunginya agar korban berani mengungkapkan kebenaran kasus yang dialaminya, menggugat rasa keadilan, atau mendampingi dan memulihkan kondisi psikisnya ketika menjadi korban.

Nah, Inilah waktu yang tepat untukmu menolong anakmu agar tidak mengulangi kesalahannya melakukan kekerasan seksual dan supaya kamu tidak menanggung dosa yang lebih besar lagi karena memanipulasi jamaahmu. Bicaralah yang jujur, akui semua kenyataan yang ada. Antarkan anakmu ke pihak yang berwajib. Patuhi proses hukum yang sudah disepakati di tanah air yang kita cintai bersama ini. Aku tahu untuk bisa jujur saat ini itu sakit, ada banyak yang harus dikorbankan dan direlakan, tapi aku percaya bersikap jujur itu lebih baik.

Terakhir, aku ingin mengingatkanmu bahwa tidak ada yang lebih islami dari keadilan. Kekerasan tetaplah kekerasan siapapun pelakunya. Mendukung kerukunan bukan berarti harus mendiamkan dan menutupi adanya ketidakadilan.

Semoga surat ini bisa membuka hatimu dan hatiku. Semoga surat ini bisa mengingatkan aku dan mengingatkanmu. Semoga Allah menuntunku dan menuntunmu.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Social Media

Like
Follow
Follow
Subscribe

Agenda

Tentang Kami

Kami adalah kelompok santri feminis akar rumput yang didirikan pada 8 Maret 2018, di kota Jombang, Jawa Timur, Indonesia. Pembentukan kelompok kami dipicu oleh serangkaian kasus kekerasan seksual yang dialami oleh santri perempuan di salah satu pondok pesantren besar di Ploso, Jombang (selanjutnya akan disebut sebagai ‘kasus Ploso’).

Ikuti Kami