Ayu Eka
Pesantren merupakan tempat mancari ilmu agama yang pasti sanadnya. Pesantren seharusnya menjadi tempat yang paling aman untuk belajar perihal agama islam. Dimana hal-hal baik diajarkan dan dijadikan adab sehari-hari. Lalu, Bagaimana mungkin berita kekerasan seksual di pesantren semakin naik pertahunnya? Mirisnya, justru seluruh berita kekerasan seksual sebagian besar dilakukan oleh seorang guru. Seorang pendidik di pesantren yang menjadi panutan, sumber penyampai ilmu, dan pengayom santri justru melakukan tindak kekerasan seksual dengan memanfaatkan kekhidmatan santri.
Menurut data tahunan Komnas Perempuan, pada tahun 2019 tercatat kasus kekerasan seksual tedapat 431.471 kasus. Pada tahun 2020 kasus ini menurun menjadi 299.911 kasus. Namun, penurunan kasus ini bukan semata-mata karena kasus di lapangan menurun. Hasil survey dinamika KtP di masa pandemik kasus pelecehan seksual menurun karena 1) korban sedang bersama pelaku selama pandemi (PSBB); 2) korban cenderung mengadu pada keluarga atau diam; 3) persoalan literasi teknologi; 4) model layanan pengaduan yg belum siap dengan kondisi pandemi (belum beradaptasi mengubah pengaduan menjadi online). Mendengar banyaknya berita tentang kekerasan seksual setiap tahunnya benar-benar sangat mengerikan. Terlebih, data diatas adalah data yang didapat dari pengaduan yang tercatat lewat Pengadilan Agama dan Lembaga pengada layanan. Tentu kasus yang belum dilaporkan juga masih banyak yang belum terungkap. Kita tidak tahu kapan dan dimana kekerasan seksual akan terjadi. Maka dari itu kami merangkum 3 hal yang harus dimiliki atau menjadi perbekalan santri agar dapat mencegah kekerasan seksual terjadi kepada dirinya.
Pertama, pengetahuan santri tentang kekerasan seksual. Ada baiknya keluarga sebelum mengirim anak untuk pergi ke pesantren diberi wawasan atau ilmu tentang menjaga diri. Apabila dalam keluarga masih minim tentang informasi ilmu, maka pihak pesantren bisa memberi kelas keputrian di hari Jum’at. Pembahasan tentang mengenal diri sendiri, kekerasan seksual, baiknya melakukan olahraga, menjaga pola makan, penyakit berbahaya seperti hiv/aids, dan lain-lain menyangkut dengan mengenal diri sendiri. Dengan begitu, santri minimal memiliki pandangan hal-hal yang salah dan benar.
Kedua, didalam pesantren memang diajarkan untuk menghormati dan berkhidmat sepenuhnya terhadap guru. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa guru juga manusia biasa yang melakukan dosa. Tidak seperti nabi yang memiliki sifat ma’sum (terbebas dari dosa), guru juga memiliki keinginan dan kebutuhan pribadi seperti kita. Namun, tidak semua guru melakukan hal-hal untuk kepentingan sendiri. Ada banyak juga guru yang dengan ikhlas dan ketulusannya menjadi pengayom anak atau santri. Jadi, meskipun kita sepenuhnya berkhidmat pada guru ada baiknya tetap memegang teguh sebuah hadits yang menjelaskan bahwa “selama tidak bertentangan dengan al-quran dan hadits”. Selain hal tersebut maka sah-sah saja untuk berkhidmah sepenuhnya kepada guru.
Ketiga, komunikasi yang baik dengan santri baik dalam pihak keluarga maupun dalam pesantren. Sehingga ketika terjadi kekerasan seksual terhadap santri, santri bisa dengan leluasa menyampaikan apa yang dirisaukannya tanpa rasa takut. Seringkali santri yang mendapat perlakuan tidak senonoh merasa takut untuk berbicara kepada teman atau orang tua karena merasa dirinya kotor dan perlu ditutupi aibnya. Namun, hal ini tidak benar, jika korban diam dan tidak melapor maka akan lebih banyak korban-korban selanjutnya. Dengan adanya komunikasi yang baik antara santri dengan pihak keluarga maupun pihak pesantren, maka tindakan keji tersebut bisa dengan cepat terdeteksi dan dapat diatasi sebelum menjadi lebih buruk. Begitu juga psikologi korban yang harus segera ditangani agar tidak menjadi trauma yang berkelanjutan.
Demikian 3 hal yang menurut kami dapat mencegah kekerasan seksual terjadi dan berkelanjutan. Dalam hal pencegahan kekerasan seksual, memang dibutuhkan keaktifan dari beberapa pihak, seperti keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Namun, hal yang paling penting sebelum semua itu adalah diri sendiri. Jika seorang santri, anak, ataupun wanita sudah bisa mengenali diri dan tau cara bagaimana menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan maka setidaknya kasus seperti ini akan menurun atau bahkan tidak akan terjadi. Karena pelaku kekerasan seksual biasanya mencari korban yang menurutnya lebih lemah dan tidak akan menyebarkan hal yang dia lakukan. Entah menggunakan ancaman atau iming-iming. Sedangkan korban biasanya hanya bisa diam dan menurut karena rasa ketakutan. Dengan adanya ilmu dan perbekalan diri semoga hal seperti ini tidak akan terjadi lagi.
Daftar pustaka :
Handayani, Meni. 2017. Pencegahan Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak Melalui Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua dan Anak Vol. 12 No. 1 (Juni).
Melalui, https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4865
Humaedi, Sahadi, dkk. 2018. Mengatasi dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual Pada Perempuan Dengan Pelatihan Asertif Vol. 5 No. 1 (April).
Melalui, https://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/16035
When you forget the password to lock the screen, if you do not enter the correct password, it will be difficult to unlock and gain access. If you find that your boyfriend/girlfriend is suspicious, you may have thought about hacking his Samsung phone to get more evidence. Here, we will provide you with the best solution on how to crack Samsung mobile phone password.
When you’re trying to spy on someone’s phone, you need to make sure the software isn’t found by them once it’s installed.